Salah satu hal yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama antar pelaku kreatif adalah pengarsipan. Apalagi bila kita membahas perihal seni musik dan visual. Di Indonesia sendiri, jumlah pelaku dua hal tersebut sangatlah banyak. Bisa dipastikan setiap harinya muncul talenta-talenta baru dengan segudang ciri khas yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Lalu, apakah kesadaran mengarsipkan karya tersebut sudah dilakukan? Jawabannya ya dan tidak. Ada yang sadar, tapi tak sedikit yang acuh dengan hal itu. Bagi teman-teman selaku pegiat musik dan visual di Palu, keinginan melihat banyak karya yang disatukan di sebuah wadah adalah sebuah impian yang dari dulu belum tercapai. Kenapa harus ada sebuah wadah yang mengarsipkan? Hal itu tentu saja untuk memudahkan banyak orang yang ingin mencari tahu perihal perkembangan, sejarah, dan seniman apa yang ada di suatu kota.
Atas dasar keinginan dan keresahan yang dirasakan, BAH (Bring Archive History) dibuat sebagai salah satu solusi untuk memecahkan masalah tersebut. BAH sendiri adalah sebuah wadah yang diperuntukan sebagai arsip beberapa kultur populer yang ada di Palu, Sulawesi Tengah. Kultur tersebut adalah seni musik dan seni visual.
“Kami percaya, dengan adanya wadah ini, generasi selanjutnya bisa terus menikmati ragam karya yang dihasilkan oleh para seniman terdahulu. Dan juga, agar banyak orang di luar sana mengenal dan menyukai karya-karya yang ada.” Jelas Adjust Purwatama selaku founder BAH.
Tentu saja ini bisa menjadi pemantik agar para seniman yang telah terarsip bisa melebarkan jaringan dan kesempatan mereka dalam menyebarkan karyanya. Selain untuk wadah pengarsipan, BAH juga berfungsi sebagai badan penerbitan, yang akan membuatkan, dan menyebarkan rilisan pers kepada banyak orang. Yang terakhir, BAH juga membuka kesempatan untuk meriliskan berbagai macam merchandise dari para musisi dan perupa. Agar kehidupan pengkaryaan bisa terus berlanjut.
“Website yang kami bangun ini adalah salah satu impian yang akhirnya terwujud. Keinginan untuk mengarsipkan ini sebenarnya sudah lama ada, tapi entah kenapa baru bisa direalisasikan saat ini.” Terang Raynard Batara selaku founder BAH.
Untuk sistem dari divisi Label Merch, BAH menganut sistem bayar royalty di muka. Dan seluruh penjualan akan dilakukan melalui website. Tentu saja ini dilakukan karena melihat banyaknya permasalahan yang terjadi ketika suatu lembaga mengajak musisi untuk berkolaborasi, yang berujung permasalahan akibat hak-hak yang tak terpenuhi. Sistem ini tentu saja untuk memudahkan pihak musisi, karena dengan royalty yang dibayarkan di muka, mereka bisa melanjutkan penciptaan karya yang ada. Dan juga tujuan utamanya adalah BAH ingin menghindari perselisihan yang tak diinginkan di kemudian hari. Band-band yang merchandise-nya aka nada di batch pertama ini adalah; Scarhead Barricade, The Box, Rebel In July, dan The Hauler Rawk. Keempatnya tentu saja memiliki warna musik yang sama sekali berbeda. Sampai di waktu perilisan ini, BAH sudah mengantongi kurang lebih 50 nama untuk sektor musik, dan 10 nama untuk sektor visual.
“Tentu saja perilisan ini hanyalah langkah awal dari keseriusan kami untuk mengarsipkan karya-karya dari teman-teman seniman di Palu. Kami pun masih akan terus berupaya untuk mencari berbagai data dari para seniman yang ada.” Tutup keduanya.
Untuk melihat isi dari website BAH, silahkan klik link berikut: https://bah.asia/