Ilustrasi, keberadaannya dari dulu hingga sekarang sangat lekat dengan beragam aspek kehidupan manusia. Entah apa pun itu, pasti akan menggunakan sebuah ilustrasi untuk melancarkan kepentingannya. Terlebih bila ilustrasi yang ditampilkan sangat memanjakan mata. Indonesia sendiri dikenal sebagai pencetak illustrator handal, mereka juga berdiri sejajar dengan sesamanya dari belahan dunia mana pun. Beragam teknik pun turut dikuasai oleh mereka, pointilis, hatching, cross hatching, spray hampir semua menguasainya. Kolektifnya pun tumpah ruah dengan beragam aktivitasnya.
Salah satu gaya yang banyak digunakan dalam membuat sebuah ilustrasi adalah pointilis. Akar dari hadirnya gaya gambar ini bisa dilihat dari zaman perkembangan lukisan impresionisme menjelang akhir abad ke-19 di Eropa. Di mana Georges Seurat hadir dengan ilustrasi yang diberi judul A Sunday Afternoon on the Island of La Grande Jatte pada tahun 1884. Lukisan ini menggambarkan taman yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang bersantai di bawah naungan pepohonan. Ada berbagai ukuran titik yang sering dipakai untuk membentuk sebuah unsur piktorial. Hingga kini, ilustrasi pointilisme sering kali menggunakan titik hitam pada permukaan putih. Salah satu seniman yang menganut gaya ini adalah Martin Valard.
Dirinya dikenal orang banyak sebagai seorang seniman sekaligus musisi. Keahliannya dalam ranah ilustrasi didapatkan dari bakat yang diasah secara otodidak. Ciri dari ilustrasinya cukup mudah untuk dikenali, berwarna, dikerjakan dengan gaya pointilis, dan sarat akan pesan sosial. Karya-karyanya banyak ditemui di berbagai sampul depan album, cinderamata hingga poster-poster.
Penasaran bagaimana dengan sepak terjangnya? Simak obrolan kami di bawah:
A: Hai Tin, sekarang lagi sibuk apa nih?
M: Kalau untuk commission masih sepi bang hehe. Ini sekarang lagi fokus berkarya untuk diri sendiri dulu, dan lagi ngulik-ngulik NFT.
A: Awal mula bisa kenal sama dunia ilustrasi seperti apa nih?
M: Dari SMP awal mulanya aku mulai kenal dunia ini. Waktu itu diajarin Photoshop sama kaka, tapi belum ngerti kali yang benarnya seperti apa. Terus dulu aku kan ada band di Siantar, sama gabung komunitas Melodic Punk gitu. Dari sana aku sering buatin poster-poster untuk acara komunitas ini, tapi masih sekedar teknik copy-cut dan copy-paste sama install-instal font. Ternyata ada kuliahnya soal desain gini, ya DKV itu haha. Langsunglah kepikiran untuk ambil jurusan itu. Setelah kuliah barulah tau seluk beluknya seperti apa, sering liat illustrator lain yang keren-keren. Tapi waktu awal belum ngerti tujuannya mau ke mana. Lambat laun jadi tau karena sering nongkrong di masa kuliah dulu. Pokoknya tau secara profesional itu di kuliah. Dari mata kuliah “Menggambar Dasar”, sering menggambar secara tradisional, dan mulai ngerti perangkat lunak yang ternyata banyak banget.
A: Kalo untuk musik gimana?
M: Iya sama, masa SMP pas aku di Siantar itu. Dari komunitas-komunitas Punk kan ada abang-abangan tuh, trus kami buat juga komunitas yang masih fresh. Referensinya ambil dari Bandung, liat-iat Closehead, Sendal Jepit, dan lain-lain. Kami udah profesional tuh, mulai buat lagu sendiri, rekaman, manggung di gigs. Waktu itu nama bandku Sweet Heart Honey, bawain Melodic Punk terus geser jadi Easycore. Karena lagi-lagi, banyak dapat asupan referensi dari Bandung. Di zaman itu kan lagi kenceng-kencengnya Billfold. Kerennya lagi, kami pernah masuk majalah Hai Magz haha.
A: Yang kamu jadikan panutan di dunia ilustrasi siapa nih?
M: Kalo di awal-awal aku belum paham sama sekali kan. Jadi terus nyoba banyak gaya gambar. Setelah tau dan menjalani banyak gaya, eh aku nyamannya di Pointilis. Kalo dibilang siapa sosok-sosok yang aku suka, ada Ken Terror, Dante, dan Kendra. Kenapa senang di Pointilis, karena beda kali menurutku. Ada tantangan dan kepuasan tersendiri kalo ngerjain karya pake gaya itu. Terus ku padankan dengan warna, soalnya kan jarang tuh karya Pointilis yang berwarna. Aku eksperimen aja warna dan Pointilis, biar gak terkesan dark kali gambarku. Mix-mix ini ku pake dari 2018.
A: Ada alasan khusus kenapa memilih gaya Pointilis?
M: Karena melatih kesabaran bang hehe. Ngerjainnya tuh lama dan gak bisa diprediksi arahnya ke mana, walaupun udah ada sketsa ya. Kalo cuma gambar outline trus diwarnain kayak ga ada perjuangannya menurutku hehe. Kalo di Pointilis pasti seneng banget pas udah beres. Terus kerapatan dari titik yang kita buat itu bisa buat sebuah efek yang ga kita bayangkan. Kerenlah pokoknya.
A: Untuk proses menggambar nih, butuh waktu berapa lama biasanya?
M: Paling lama ada sebulan. Karena gambar 5 karakter orang dengan posisi berbeda, dengan background yang beda-beda. Soalnya terpisah di A3 dan A4. Belum lagi mau ku warnain.
A: Premis kayak gimana yang pengen kamu sampein dari gambar yang menampilkan kerusuhan?
M: Sebenernya ga ada maksud apa-apa sih bang. Hanya senang aja aku ngegambar dengan objek dan suasana begitu. Terus belakangan aku lagi senang menggambar bangunan sebagai background gambar aku. Karena jarang ngeliat ada yang buat, makanya kenapa tidak aku aja yang sikat.
A: Kalo ngeliat sosok Ken Terror, baik di dunia musik atau ilustrasi seperti gimana?
M: Dia sangat oke dan tahu pakenya ngegambar tuh di tengkorak. Tapi kalau ngegambar objek lain, dia tetep bisa dengan gayanya yang ada. Jadi orang tetep tahu kalo itu karya dia. Kalo di musik, karna dia udah lama di skena dan punya beberapa band. Jadi aku ngeliat dia tuh referensi musiknya luas banget, karna dia ga cuma mainin musik Hardcore / Punk aja.
A: Korelasi antara musik dan visual menurutmu bagaimana?
M: Gak bisa dipisahkan. Karena semua karya dari dua hal itu saling membutuhkan. Contohnya kalo kita mau buat album, pasti butuh visual untuk sampul. Trus pekerjaan dua hal ini bisa dilakukan oleh satu orang. Sering kan ada illustrator tapi dia anak band, begitu juga sebaliknya.
A: Awal mula kau kerja sama dengan Ochan mulai kapan?
M: Karena kita temen juga pas di kampung. Trus ketemu lagi di Bandung pas masa kuliah. Dia ngeband kan ama Stand Here Alone, pas 2018 dia mulai buat proyekan solonya. Terus butuh desain sampul, nah dari situ tuh mulainya. Karena kami nyambung juga pas proses produksi si sampul. Akhirnya berlanjut trus sampai sekarang. Yang paling enak sih karena kita udah kenal lama, jadinya gak kaku dan dia tau kerjaanku seperti apa. Tapi tetep profesional ya.
A: Nah, soal asas pertemanan. Gimana menentukan “harga teman”?
M: Itu tuh banyak yang “being Asshole” gitu bang. Gak apa-apa kalo ga ada biaya untuk bayar. Tapi bilang dari awal, jangan boong. Nanti kan aku spare waktu yang mana jadi prioritas antara yang dibayar dengan yang engga. Soalnya pernah kejadian, ada temen yang pesen dan bilang ntar dibayar. Tau-taunya dia ga bayar, dan artwork udah diambil. Intinya jujur aja, kan namanya berteman. Ya kalau teman harus dibicarain dong.
A: Kau kan sering ngerjain sampul album. Gimana caranya kau interpretasikan karya audio ke visual?
M: Aku ada dua cara bang. Tergantung aku atau si klien. Kalo di Ochan dia biasanya ngasih ide, baru ku kembangkan. Bisa dari judul si album, atau bisa jauh dari album itu pun gapapa. Kalo yang EP “Sentimental” itu ga ada hubungannya si visual dengan isi keseluruhan lagu-lagunya. Karena Ochan pengen kayak Angels and Airwaves. Atau dari aku idenya, tapi mesti ku ulik dari lirik atau lagunya. Cari benang merah si album itu.
A: Yang ngebedain kau dengan seniman pointilis yang lain?
M: Kalo aku pribadi, di warna itu. Soalnya setauku Pointilis ini pasti hanya mono color, identik dengan dark, horror, punk. Aku bikin jalur sendiri dengan menggabungkan warna. Itu yang ngebedain hehe.
A: Cara cari ide menggambar gimana?
M: Browsing kalo aku bang. Misal udah ada brief atau sementara dibuat, aku udah nyari tuh referensi yang pas untuk si band itu. Benang merahnya juga ku cari, yang cocok kayak gimana si objek dan background. Karena penting kali itu browsing nyari referensi.
A: Kalo Maio gimana tuh awal mulanya?
M: Jadi Maio ini udah ada lama. Aku baru masuk belakangan. Ya karena teman satu kampus juga dan nyambung kalau ngobrol soal musik. Kikim Ajis, sama Abuy awalnya tuh. Formatnya kemaren gak kayak sekarang, terus aku minta masuk. Pas latihan awal aku ngerasa berantakan kali, karena posisinya gak pas. Jadinya dibenerin si formasi, baru tuh enak. Drummer juga bukan temen kita di komunitas, dia beda sendiri. Karena temennya Kikim dan dia jago, kami ajak. Panggung pertama tuh di Banjaran.
A: Baru rilis album, dan aku ngeliat bundle-nya menarik dan cukup berseberangan dengan warna musik kalian. Itu kenapa?
M: Karena dari awal memang mau dibuat seperti itu bang. Visual dan musiknya kami buat ga nyambung sama sekali. Di sampul album ada kan si sosok yang gembel dan pake kaos Slank? Karena si Kikim suka Slank, dan kami ingin memvisualkan ini nih orang Indonesia versi Maio. Secara visual, kami tuh 80’s Heavy Metal. Semuanya emang sengaja sih bang. Untuk album perdana itu, ya kita pengen tidak biasa. Karna biasanya kan kalo band Hardcore / Punk pasti item putih lagi, makanya kami buat merah biru gitu. Untuk tempat pop corn, karena waktu itu Husted Youth (label) bikin Hearing Session sambil barbequan. Pas mau rilis sebenernya kita udah ada konsep bundle pack yang lain, eh taunya bengkak modalnya haha. Jadinya milih kacamata 3D ama tempat popcorn, karena lagi haha ada video promo kami waktu itu. Nyambung kan, sambil nonton video promo pake kacamata 3D sambil makan pop corn.
A: Kau artikan musiknya Maio itu gimana?
M: Kalo aku ngerasa sebenarnya musik kami tetep Punk Rock ya. Mungkin karena ada ketukan, beat, dan riff-riff yang sedikit menyimpang, orang mulai tuh berspekulasi liar. Tapi gak apa-apa.
A: Tujuan besarmu sebagai illustrator?
M: Secara idealis pengen gede sebagai illustrator, gambarin band-band besar dunia. Ya lokal aja dulu gapapa. Tapi makin ke sini makin mikir, kok ga naik-naik nama aku, orderan juga hanya datang dari teman-teman aja. Makanya sekarang coba dipinggirkan dulu idealis, coba bekerja di korporat sembari nyari teman. Siapa tahu nanti ada jaringan yang bagus dan gede di kemudian hari.
A: Penting gak idealis, beberapa soalnya ada yang gitu.
M: Menurut aku gak. Karena dunia ilustrasi itu luas banget, bisa ke buku, bisa gambar di majalah atau koran. Waktu itu aku kan pernah magang di Provoke Magz, dari sana aku tau ternyata dunia ini luas, dan tidak mentok di musik aja. Idealis perlu, tapi jangan sampe menggerogoti dirimu sendiri. Idealis terus ntar gak makan haha.
A: Titik profesionalmu sebagai illustrator itu di mana?
M: Dari mulai adanya klien, dan kenal invoice haha. Karena 1 gambar itu bisa dihitung per jam selama masa produksi, atau perjanjiannya misal hanya sebagai hak guna. Untuk rate card aku biasa tergantung lama pengerjaan si artwork pesanan. Jadi misalnya terlalu ribet, ga mahal ku kasih. Mahal murah relatif sih ya. Paling gede aku pernah dapet 5 juta sekali orderan hehe. Untuk file aku ngasih tergantung syarat dan ketentuan yang ada di perjanjian, kalo dulu aku ngasih semua file-nya haha. Sekarang beda-beda.
A: Siasatmu dalam mencari materi di tengah kondisi pandemi ini gimana?
M: Iya lagi susah banget nyari klien bang. Kalo aku sih lagi coba-coba jualan di NFT. Tapi hoki-hokian juga menurutku jualan di sana. Tergantung sosok kita gimana di platform dan dunia nyata juga. Cukup melegakan sih ada si platform-platform NFT ini. Ya semoga bisa terus menyenangkan.
Wawancara oleh Adjust Purwatama
13 Oktober 2021